Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat Tiongkok , yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian, perikemanusiaan. Pemikiran Tiongkok lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat Tiongkok. Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewa- dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta (“Moira”), dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Tiongkok sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya. Filsafat Tiongkok d
Kumpulan Tulisan Cendekiawan Indonesia