Langsung ke konten utama

Filsafat cina kuno

Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat Tiongkok , yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian, perikemanusiaan. Pemikiran Tiongkok  lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat Tiongkok.

Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewa- dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta (“Moira”), dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Tiongkok sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya. Filsafat Tiongkok dibagi atas empat periode besar:

Jaman Klasik (600-200 S.M.)

Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus sekolah filsafat: seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum, misalnya “tao” (“jalan”), “te” (“keutamaan” atau “seni hidup”), “yen” (“perikemanusiaan”), “i” (“keadilan”), “t’ien” (“surga”) dan “yin- yang” (harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah:

Manusia Pada Dasarnya Baik Atau Jahat?
Konfusianisme . Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (“jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (“yen”), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.. Dalam bahasa Mandarin aliran ini disebut 儒家 Rujia. Rujia memang sering diartikan sebagai filsafat Khonghucu. Sebenarnya Rujia berarti filsafat cendikiawan, 儒 Ru sendiri berarti cendikiawan atau sarjana.
Taoisme. Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (“guru tua”) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran “neti”, “na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut “docta ignorantia”, “ketidaktahuan yang berilmu”).Taoisme di sini adalah 道家 Daojia (=filsafat Jalan/Tao). Mula-mula oleh Sima Tan aliran ini disebut 道德家 Daodejia (filsafat jalan dan kebajikan), belakangan disebut Daojia. Harap dibedakan pengertiannya dengan 道教 Daojiao (agama Tao). Umumnya keduanya sama2 ditulis dalam bahasa Inggris sebagai Taoism. Daojia juga harus dibedakan dengan 道學 Daoxue, yang merupakan aliran kebangkitan Rujia baru yang muncul ketika Dinasti Song. Oleh orang Barat Daoxue disebut Neo-Confucianism.
Yin-Yang. “Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentudan derajat Yang tertentu.
Moisme . Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna, maka jelek.
Ming Chia. Ming Chia atau “sekolah nama-nama”, menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisis dan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal seperti “eksistensi”, “relativitas”, “kausalitas”, “ruang” dan “waktu”.
Fa Chia. Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktis dan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali.
Rangkuman penggolongan di atas menjadi:
1. Rujia: kaum ilmuwan,
2. Daojia: kaum pertapa
3. Yinyangjia: para ahli ilmu gaib
4. Mojia: kaum ksatria
5. Mingjia: para pendebat
6. Fajia: ahli-ahli politik

Yang mengelompokkan aliran2 filsafat menjadi 6 kelompok tsb. di atas adalah 司馬談 Sima Tan (meninggal tahun 110 SM). Sima Tan adalah ayah 司馬遷 Sima Qian penulis buku 史記 ShiJi (Catatan Sejarah).
2. Jaman Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 S.M.-1000 M.)

Bersama dengan perkembangan Buddhisme di Tiongkok, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu “transendensi di seberang segala nama dan konsep”, “di seberang adanya”.

3. Jaman Neo-Konfusianisme (1000-1900)

Dari tahun 1000 M. Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Tiongkok. Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional di Tiongkok, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali asing.

4. Jaman Modern (setelah 1900)

Sejarah modern mulai di Tiongkok sekitar tahun 1900. Pada permulaaan abad kedua puluh pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dalam bahasa Tiongkok. Aliran filsafat yang terpopuler adalah pragmatisme, jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi, kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950, filsafat Tiongkok dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung.

Inilah sejarah perkembangan filsafat Tiongkok, yang merupakan filsafat Timur. Yang termasuk kepada filsafat Barat misalnya filsafat Yunani, filsafat Helenisme, “filsafat Kristiani”, filsafat Islam, filsafat jaman renaissance, jaman modern dan masa kini.

Rinto Jiang

Budaya-Tionghoa.Net | 877

Catatan Rinto : Filsafat Tiongkok adalah salah satu dari filsafat tertua di dunia dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar dari 3 filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia. Filsafat dasar lainnya adalah Filsafat India dan Filsafat Barat. Masing2 filsafat tentunya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa. Di bawah ini saya kutip sejarah filsafat Tiongkok dari situs Filsafat Kita. Mohon ditanggapi baik dari segi kebudayaan, sejarah ataupun agama, karena ini juga adalah rangkuman dari seorang peminat filsafat Indonesia.

About these ads

Related
Shangdi: Sebuah pembahasan dari segi linguis
In "Budaya"
Makna singa batu di depan arsitektur tradisional Tiongkok
In "Budaya"
Sun Go Kong = Hanoman?
In "Budaya"
September 4, 200627 Replies
« Previous
Next »
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name *
Email *
Website
Comment

Notify me of follow-up comments via email.

Adin on December 14, 2006 at 4:48 pm
Saya ingin mengajukan satu pertanyaan untuk saudara Rinto Jiang, apa rujukan yang Anda gunakan untuk menerangkan tulisan Anda bahwa Filsafat Barat, Filsafat India, dan Filsafat China merupakan 3 (tiga) filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia. Trims.

Reply
Sancho on December 15, 2006 at 6:37 pm
@Adin
Saya rasa tulisan diatas ada benarnya. Buktinya banyak buku-buku yang berisi kan rujukan-rujukan dari 3 filsafat tersebut. jarang sekali atau hampir tidak ada ketemu rujukan-rujukan filsafat seperti dari Mesir atau Arab.

Reply
Gloria Puteri on February 15, 2007 at 3:49 pm
saya ingin mengajukan dua pertanyaan untuk Pak Rinto Jiang. Pertama, apakah kelemahan sistem pemerintahan Fa-chia dan Mo-Chia? yang kedua apakah sistem pemerintahan mereka masih relevan bila diterapkan pada zaman sekarang? Trims

Reply
devina whike on February 15, 2007 at 4:06 pm
saya ingin mengajukan pertanyaan untuk pak Rinto jiang. saya ingin bertanya tentang feng shui, yang pertama adakah hubungan antara feng shui dengan filsafat cina aliran yin yang?
jk ada apa hubungan tersebut? yang kedua apakah feng shui berhubungan dengan filsafat cina modern saat ini? dan apakah feng shui termasuk filsafat cina?trims

Reply
henry on June 3, 2007 at 5:28 pm
Terimakasih karena saya boleh bergabung dalam rubrik ini. saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gambaran manusia ideal menurut konfusionisme dalam pemikiran filsuf Mencius, Tzusu, Li, Taoisme, dan Legalis?terima kasih

Reply
Francois on June 3, 2007 at 5:31 pm
terimakasih karena saya boleh bergabung dalam rubrik ini. saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yaitu apa perbedaan Wu Wei, Taois dan Legalis? dan apa relevansinya untuk Indonesia?

Reply
abdi on September 9, 2007 at 3:18 pm
terima kasih.saya maumengajukan usul bagaimana kalau disediakan rubrik khusus mengenai ajaran2 filsuf china?

Reply
Edra Ariava on December 25, 2007 at 9:06 am
Terimakasih boleh bergabung dan memberi komentar, menurut saya mungkin benar bahwa filsafat china merupakan salah satu filsafat tertua dan paling banyak di pakai sebagai rujukan terutama di timur, tapi saya kurang setuju jika kita menghilangkan peran timur tengah sebagai gudang ilmu filsafat di asia, kalo kita mau lihat sedikit saja ke belakang lihat batapa kebudayaan eufrat dan tigris merupakan kebudayaan yang tua juga dan hampir bersamaan munculnya dengan kebudayaan china, apa kita tidak mengenal Jallaludin Rumi, apa kita tidak mengenal Nabi muhammad sebagai filsuf (selain sebagai pembawa agama, tapi ini murni bicara sisi filsafat nya aja) anehnya filsafat2 itu secara sistematis jarang muncul dalam kajian-kajian ilmu filsafat terutama barat.. dan kita harus bangga karena para filsuf barat banyak juga yang berkiblat ke timur jika soal filsafat, hanya saja mereka dengan pandainya mentransformasikan filsafat tersebut ke dalam kebiasaan-kebiasaan barat, banyak. percayalah timur lebih hebat daripada barat.

Salam

Edra

Reply
alfin on January 5, 2008 at 5:36 pm
sedikit menanggapi dari ketiga peradaban kuno yg anda cantumkan diatas, saya kira kita juga tidak mungkin melupakan bahwa disana masih ada peradaban2 yg jauh lebih tua dari peradaban trsebut. sebut saja, peradaban mesir, mesopotamia (iraq)/babylonia, persia…yg tercatat menurut kurun waktunya adalah beberapa abad sebelum peradaban cina, india dan barat. ini hanya sedikit pengetahuan sy dari apa yg sy pelajari dikelas, tak lebih. sehingga kita tidak dengan sengaja atau tidak sngaja menafikan peradaban2 lainnya.
seblumnya mohon maaf, dan terimakasih bnyak atas ilmunya…

Reply
eelma on February 20, 2008 at 8:17 am
Rinto Jiang Xian Sheng, mo nanya, tapi agak di luar konyeks, boleh ga?. Saya pernah baca kalo dalam ajaran konfusianisme tu ada tiga hierarki dalam masyarakat, yi 1. orang yang berpendidikan, 2. petani, dan 3. pedagang. Kalau pedagang dalam menjadi urutan terakhir dalam hierarki konfusianisme, kenapa pada saat ini profesi sbg pedagang /wiraswsta justru mjd tulang punggung negara? bahkan masyarakat Tionghoa di Indonesia, sebagian besar berprofesi sbg wiraswasta. Xiexie Ni….

Reply
edhenk on June 20, 2008 at 8:30 pm
salam kenal,
yang menjadi pertanyaan saya selam ini adalah, mengapa orang sering merujuk ke filsafat Yunani Kuno kalau kita ngomong masalh filsafat??
setelah kami berdiskusi panjang dengan teman-teman ternyata Timur tidak memiliki tradisi menulis.
sehingga yang sering menjadi rujukan tertulis adalah filsafat yunani. hal ini dikarenakan filsafat yunani memiliki bukti tertulis sementara filsafat Timur seperti China tidak memiliki.

salam,

Edi Purwanto
http://www.averroes.or.id

Komentar