Praktik menjiplak dan membuat barang-barang palsu sudah begitu melekat dalam budaya Cina. Warga Cina menyebutnya dengan istilah Shanzhai.
Pertumbuhan ekonomi di Cina melemah pada tahun 2014 lalu dan itu merupakan yang terburuk selama 24 tahun. Para pengusaha Cina perlu jika mereka ingin sukses di dalam dan luar negeri.
Seorang pendiri situs online disain interior dan toko mebel, Mydeco.com, Brent Hoberman, berkunjung ke Cina dan bertemu seorang pria yang menawarkan kerja sama.
Pria itu menjelaskan bahwa pada tahun 2007 ia mempunyai gagasan meluncurkan beberapa jenis bisnis website tetapi tidak tahu bagaimana mengelolanya.
Lalu ia menemukan situs Mydeco.com dan sukses menyalinnya, ia ingin berterima kasih secara pribadi kepada Hoberman, yang juga dikenal sebagai pendiri perusahaan perjalanan daring Lastminute.com.
"Saya mengerti bahwa ini merupakan suatu pujian," kata Hoberman. Tetapi untuk kalangan Barat praktek menjiplak ini tampaknya cukup keterlaluan. Meskipun ini bukan hal biasa juga di Cina.
Pada tahun 2011, blogger AS menemukan toko Apple palsu, Pada tahun 2011, penyelidikan dilakukan di 21 toko di bagian selatan negara itu, setelah blogger AS menemukan toko merk Apple palsu.
Penampilannya yang meyakinkan, membuat beberapa staf percaya bahwa mereka tengah bekerja dengan perusahaan raksasa teknologi asal AS tersebut.
Ada juga sejumlah hotel di Cina dengan nama yang mirip atau identik dengan merek Barat terkenal seperti Marriott Hotel atau Hyatt, dan kedutaan AS memperkirakan 20% produk-produk konsumen di pasar Cina palsu. "Produk yang dijual tersebut, kemungkinan digandakan secara ilegal," katanya.
Ketika Brent Hoberman, penemu website desain interior dan mebel Mydeco.com, mengunjungi Cina, seseorang sangat ingin menemuinya dan menawarkan untuk menjumpainya jam berapa saja.
Ketika mereka bertemu, lelaki tersebut menjelaskan bahwa pada tahun 2007 ia pun berniat membuka suatu bisnis online namun tidak tahu harus mulai darimana.
Ia lalu menemukan Mydeco.com dan langsung menirunya, dengan sukses, dan ia ingin berterima kasih secara langsung kepada Mr Hoberman, yang mungkin paling dikenal sebagai salah satu penemu biro perjalanan online Lastminute.com
“Dari sudut pandangnya, ia melihat itu sebagai pujian. Dan dari sisi kultural saya mengerti bahwa peniruan merupakan pujian tertinggi,” kata Mr Hoberman.
Namun untuk seseorang dari negara Barat, peniruan seperti itu sungguh keterlaluan.
Tentu itu bukan hal yang baru di Cina. Pada tahun 2011, seorang blogger dari AS menemukan sebuah toko Apple palsu, yang kemudian disusul penyelidikan resmi yang menemukan 21 toko lainnya di bagian barat daya negara tersebut.
Mereka tampak sangat mirip dengan aslinya sehingga beberapa pegawai toko-toko tersebut percaya bahwa mereka bekerja untuk raksasa teknologi asal AS itu.
Terdapat juga hotel-hotel lokal yang diberikan nama yang mirip atau sama dengan hotel terkenal seperti Marriott atau Hyatt. Kedutaan AS memperkirakan bahwa 20% dari semua produk konsumen di pasar Cina merupakan palsu. "Jika sebuah produk terjual, kemungkinannya adalah barang tersebut akan ditiru dengan illegal,” bunyi peringatan mereka.
Praktek meniru dan memproduksi barang-barang begitu melekat dalam budaya Cina bahkan terdapat kata khusus untuk itu - Shanzhai. Sejauh ini hal tersebut belum bermasalah. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah berkembang dengan kecepatan yang mengagumkan selama hampir tiga decade dan membuat iri saingan Baratnya.
Namun dengan pertumbuhan yang melambat - tahun lalu perekonomian Cina tumbuh pada kecepatan yang paling lemah selama 24 tahun – perusahaan-perusahaan Cina harus berinovasi bila ingin sukses tidak hanya secara domestik tetapi juga di luar negeri.
Joe Baolin Zhou, pimpinan eksekutif perusahaan pendidikan swasta Bond Education, percaya bahwa perusahaan Cina sudah mulai membuat pergeseran. Ia mengatakan salah satu alasan dimulainya tren meniru adalah ketika pemerintah Cina membuka ekonomi lokal pada tahun 1980-an, sehingga memungkinkan pembangunan perusahaan swasta.
Para perintis usaha tersebut tidak memiliki sumber daya atau staff yang memadai untuk menghabiskan waktu dan biaya untuk penelitian dan pengembangan.
“Bagi pemilik usaha yang ingin langsung sukses, mereka akan meniru. Pada waktu itu, tiruan harus dilakukan sercara fisik atau mekanik, mereka meniru semuanya,” katanya.
Sebaliknya, Mr Zhou mengatakan generasi kedua start-up sudah mulai berinovasi. Ia menunjuk kepada raksasa e-commerce Alibaba dan layanan pesan dari Tencent“WeChat” sebagai contoh perusahaan yang telah belajar dari saingan Barat mereka namun mengembangkan dan meningkatkan layanan mereka untuk pasar Cina.
Namun untuk memastikan inovasi yang meluas akan membutuhkan perombakan radikal dalam cara perusahaan dikelola. Di Cina, biasanya, perintah dari bos adalah mutlak dan bagi karyawan bawahnya untuk menyarankan hal yang lain akan dianggap sebagai tidak menghormati.
Deng Feng, ketua perusahaan modal ventura Cina Northern Light Venture Capital, menggambarkan gaya manejemen sekarang lebih mengacu kepada “pengelolaan” dan bukan pemimpinan.
"Manejemen di Cina berarti bagaimana cara mengontrol orang. Kita harus mengubah pola pikir, saya dan semua pengusaha di Cina, untuk mendukung dan menuntun orang dan bukan hanya mengatur atau memberitahu mereka apa yang harus dilakukan," katanya.
Salah satu cara yang untuk membantu pergeseran norma-norma budaya ini adalah untuk merekrut karyawan dari berbagai latar belakang dan budaya.
Raksasa komputer asal Cina Lenovo, perusahaan PC terbesar di dunia, memiliki kantor di lebih dari 60 negara dan 40% anggota dewan mereka merupakan orang non-Cina. Unit bisnis mereka lainnya yang berada di luar negeri, termasuk yang terletak di Eropa, AS dan Jepang, juga dikelola oleh staf lokal.
"Untuk Lenovo, sangat penting bagai mereka untuk nanti memadukan budaya Barat dan Timur, karena pasar yang mereka masuki memiliki rival yang kuat dan persaingan yang sengit. Jadi mereka harus menggabungkan kekuatan inovatif Barat dengan budaya Timur, "kata pendiri Liu Chuanzhi.
Tanda-tanda awal dari gelombang kedua start-up yang berdiri sejak China membuka ekonominya, dan sering dipimpin oleh orang yang berpendidikan di Barat, sangat menggembirakan.
Viktor Koo, kepala eksekutif dari situs berbagi video Youku Tudou, yang sering dijuluki YouTube Cina, menempuh pendidikan di AS dan kemudian bekerja di Silicon Valley sebelum kembali ke Cina.
Sejak awal, ketika ia mendirikan perusahaan yang awalnya bernama Youku, Mr Koo mengatakan perusahaan tersebut membangun teknologi miliknya sendiri, dan juga melakukan programming orisinil, jauh sebelum rekan-rekan internasionalnya.
"Kami berinovasi untuk benar-benar beradaptasi dengan apa yang terjadi di pasar lokal kami. Anda harus beradaptasi. Atau anda tidak akan menang. Itulah intinya."
Komentar
Posting Komentar
Mohon untuk tidak memasang Iklan
ADMIN