Langsung ke konten utama

Perang Tiongkok-Vietnam

Puluhan Ribuan Tentara Tiongkok Gugur Dalam Medan Tempur - Tanah Sengketa Di Lao Shan & Fa Qia Shan Kini Milik Vietnam. 17 Februari yang lalu adalah genap 31 tahun pecahnya perang Tiongkok-Vietnam, tetapi kedua belah fihak melalui hari tersebut dalam sebuah ketenangan yang tidak lumrah, media resmi berupaya menghindari penyebutan peristiwa yang terjadi pada 1979 itu. 


Akan tetapi, mengilas balik sepotong sejarah ini bisa ditemukan, perang yang oleh Bei Jing di propagandakan sebagai “Perang balasan beladiri melawan Vietnam” dan membonceng perang ini memprovokasi gelora patriotisme, pada kenyataannya adalah dedengkot politisi PKC (Partai Komunis China) menganggap nyawa para pemuda Tiongkok sebagai umpan mesiu, ke dalam mewujudkan ambisi politik dan terhadap luar sebuah uji coba memikat kekuasaan barat.  

17 Februari - 16 Maret adalah hari ulang tahun ke-30 perang Tiongkok-Vietnam, media resmi PKC sebisa mungkin menghindari pemberitaan perang. Pada foto nampak suasana medan tempur di Lang Son pada 23 februari 1979. (AFP)
17 Februari - 16 Maret adalah hari ulang tahun ke-31 perang Tiongkok-Vietnam, media resmi PKC sebisa mungkin menghindari pemberitaan perang. Pada foto nampak suasana medan tempur di Lang Son pada 23 februari 1979. (AFP) 
Perang Tiongkok-Vietnam dengan pengumuman pihak RRT pada 7 Maret 1979 menarik pasukan dan pada 16 Maret mundur balik ke perbatasan, kedua belah pihak meng-klaim telah memperoleh kemenangan, tetapi masing-masing dengan korban luka dan tewas dalam jumlah besar. 

Sesuai data tidak resmi, perang tersebut telah menelan korban tewas 26.000 dan luka-luka 37.000 di pihak RRT, sedangkan pihak Vietnam 30.000 orang tewas dan 32.000 terluka, rakyat yang tewas dan terluka berjumlah 100.000 orang lebih. 

Ternyata 20 tahun setelah 1979, Lao Shan 老山 – propinsi Yun Nan dan Fa Qia Shan 法卡山 – propinsi Guang Xi, dimasukkan sebagai teritorial Vietnam dan secara resmi ditanda-tangani oleh mantan sekjen PKC Jiang Zemin (baca: Ciang Tsemin). Semenjak saat itu tulang belulang tentara Tiongkok yang gugur di tempat tersebut untuk selamanya terkubur di negeri orang. 

300.000 Pasukan Melancarkan Serangan Meriam Ala Karpet 

Sesuai catatan, pada pagi hari tanggal 17 February 1979, sebanyak 300.000 personil pasukan PKC yang terpusat di propinsi Yun Nan dan Guang Xi mulai melancarkan serangan meriam ala karpet terhadap wilayah Vietnam yang berbatasan dengan Tiongkok. Kota-kota penting Vietnam yang mengalami serangan mematikan itu termasuk Lao Cai, Mong Cai, Lang Son, Mạnh Khang  dan Kao Bang. Tak lama setelah serangan meriam, sekitar 60.000 pasukan PKC pada 26 lubang gap melintasi perbatasan menyerbu masuk ke Vietnam, medan tempur seluruhnya sepanjang 1.200 km, dengan membentuk formasi kipas menusuk sejauh 20 km ke dalam wilayah Vietnam, tidak sampai 2 hari telah menduduki 11 buah kota perbatasan Vietnam. 


Media luar negeri mengungkap, waktu itu sebagian besar komandan medan tempur PKC memerintahkan para prajurit untuk menembak mati siapa saja yang mendekat tak peduli itu tua, lemah, perempuan dan bayi semuanya dianggap musuh. 

Perempuan berusia 72 tahun bermarga Huang hingga kini masih ingat dengan baik pada pagi buta 17 Februari 1979 itu, seluruh keluarganya yang tinggal di Kao Bang, terbangun kebingungan, sejumlah besar pasukan PKC sesudah pemboman dengan meriam yang sengit bersamaan dari beberapa lokasi menuju bagian utara Vietnam melancarkan ofensif. 

Menurut penuturannya, ada orang mengatakan mereka harus lari ke selatan. Ia dikejutkan oleh suara tembakan meriam disekelilingnya, tak tahu bagaimana, akhirnya ia berhasil lari ke wilayah aman. 18 hari kemudian, dari pasukan Tiongkok yang mundur dari wilayah sama sesuai berita telah membacok mati 43 orang Vietnam, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.  

Kerugian Berat Tewas Dan Terluka 

Akan tetapi di saat Dong Dang - Vietnam dikepung rapat oleh tank dan meriam roket pasukan PKC, pihak PKC tiba-tiba menghentikan penyerangan, yang membuat dunia luar merasa bingung. Kemudian baru diketahui pihak Tiongkok mengalami kesulitan yang ditimbulkannya sendiri, termasuk terlalu cepat merangsek maju sehingga antara pasukan depan dan belakang kehilangan kontak, serta dukungan meriam darat telah mencapai puncaknya. Perlawanan sengit tentara Vietnam juga di luar dugaan. Vietnam yang baru saja usai berperang melawan AS menguasai strategi dan taktik militer di luar kepala dan berhasil membuat kerugian besar tewas dan terluka pada pasukan PKC.   


Namun tentara Vietnam kala itu tak sempat meladeni wilayah utaranya, sekitar 200.000 pasukan elitnya terlibat pertempuran di Kamboja, itu adalah 1/3 dari kekuatan total pasukan Vietnam. Di utara (perbatasan Tiongkok) hanya ada pasukan lokal dan para militer yang direkrut on the spot sekitar 100.000 orang. 

Selain itu, terdapat 5 buah divisi formal dengan formasi kipas memprotek Hanoi. Pasukan Vietnam menggunakan taktik perang mundur untuk maju, ketika pasukan PKC mundur pasukan Vietnam melakukan serangan balasan. Sedangkan pasukan PKC karena sistem kepangkatan yang tak bisa dibedakan, membuat struktur pengomandoannya mengalami kekalutan, ini salah satu faktor pula yang membuat jumlah korban bertambah banyak. 

Waktu itu pihak Beijing menyatakan, pasukan perbatasan propinsi Yun Nan dan Guang Xi telah memusnahkan para militer Vietnam dari pangkalan dua wilayah Kao Bang Lao Cai, tetapi kerugian pasukan PKC sangat berat. 17 dan 18 Februari selama 2 hari saja serdadu yang tewas mencapai 4.000 orang lebih. 

Di dalam pertempuran ketika pihak PKC menguasai Lang Son dan meng-klaim telah menghabisi pasukan Vietnam di wilayah Sha Ba, pasukan elit penyerang inti kesatuan 41 dan 42 yang bertanggung jawab di garis pertempuran Lang Son dan Kao Bang bertempur frontal dengan pasukan pertahanan ibu kota Vietnam divisi ke-308, seluruhnya nyaris musnah. Pengunduran diri sambil penghancuran secara sepihak dari PKC, realitanya adalah perampasan sejumlah besar material tambang rakyat dan penghancuran total fasilitas industri pertambangan Vietnam. 

Pertanyaan Besar -  Tiba-Tiba Menarik Pasukan

Pernyataan penarikan pasukan oleh pihak PKC juga membuat dunia luar diliputi sejumlah pertanyaan, karena gelagat dan jumlah pasukan yang waktu itu diterjunkan ditengarai ada tendensi merebut Hanoi. Ada penganalisa beranggapan, berhubung pasukan AS tidak bakal terseret dalam perang, sedangkan kerugian di pihak RRT sudah melebihi target, ditambah lagi di laut Tiongkok Selatan ada kapal penjelajah dan kapal penghalau ex-Uni Soviet serta 11 buah berbagai tipe kapal perang menjaga garis pantai Vietnam, Moscowpun telah menggerakkan aksi bantuan militer per udara dan mengirimkan kelompok penasehat militer ke Hanoi, tak heran Beijing pada waktu itu “Melihat, cukup sudah saatnya untuk pergi”.


Armada AS Berkumpul Di Teluk Utara – ex-Uni Soviet Tidak Mengirim Pasukan

Uni Soviet waktu itu tidak segera dan sesuai perjanjian mengirim pasukan untuk membendung PKC, barangkali berhubungan dengan sikap AS. Beberapa jam sesudah PKC melancarkan serangan, sebuah armada raksasa dengan cepat berkumpul di teluk Utara, memberi kesan kepada dinas rahasia Uni Soviet tentang gejala palsu RRT dan AS bersekutu dalam perang. 


Disamping itu, terdapat info yang belum dibuktikan kebenarannya, diprediksi AS pernah melalui teknologi satelit menyediakan informasi bagi PKC tentang pergerakan pasukan Soviet. Bersamaan itu pihak RRT juga telah mengatur cermat, seluruh media menghentikan serangan kepada Uni Soviet, telah membuyarkan 300.000 penduduk dan mengonsentrasikan pasukan yang hingga kini belum jelas jumlahnya untuk menghadang serangan gelombang pertama pasukan perbatasan Uni Soviet yang berjumlah jutaan orang, juga meminta pejabat perbatasan agar mengendalikan diri dan tidak mencari perkara apapun dengan pihak Uni Soviet.  
Namun setiap negara dalam “Gerakan komunisme internasional” yang dipelopori ex-Uni Soviet nyaris tak ada yang tanpa kecuali ramai-ramai dan secara chor mengecam PKC. Seluruh negara Eropa Timur, kecuali Yugoslavia, bahkan termasuk diantaranya sekutu satu-satunya di Eropa yakni Albania mengecam secara terbuka kepada PKC dan berdiri di pihak Vietnam. 

Disamping itu, pada hari PKC melancarkan serangan, deplu AS juga mengeluarkan pernyataan menuntut PKC segera menghentikan tindakan militer, tetapi bersamaan dengan itu mengecam Vietnam menginvasi Kamboja. Juga AS menyerukan segera mengadakan council meetings untuk merundingkan permasalahan penarikan pasukan dari kedua belah pihak. 

Komite HAM – PBB mengecam PKC menginvasi Vietnam, sebagian negara besar Asia seperti Jepang, India, Mongolia dan lain-lain negara juga menuntut PKC menarik pasukannya, kala itu yang terang-terangan mendukung PKC hanya Korea Utara, Komboja di bawah Khmer Merah dan Singapore.

5 Negara Komunis Saling Bergumul 

5 negara Komunis, RRT, Uni Soviet, Vienam, Kamboja dan Laos saling bergumul, membuat para pengatur strategi utama AS tak habis pikir. PKC melalui perang ini telah mendobrak mitos mengakar orang-orang AS bahwa komunis internasional berkomplot memusuhi AS. Sedangkan RRT juga memperoleh pengakuan AS diperbolehkan memasuki model ekonomi barat, memulai “perembesan” lainnya. Tetapi perang ini membuat hubungan RRT-Vietnam mengalami hantaman sangat berat. Seorang wakil menteri luar negeri Vietnam di dalam memoarnya mengatakan PM Vo Van Kiet almarhum pada 1991 sewaktu RRT-Vietnam memulihkan hubungan kedua negara tersebut menunjukkan, PKC “selamanya adalah sebuah perangkap” .


Jiang Zemin Mengijinkan Lao Shan Dan Fa Qia Shan Dikembalikan Ke Vietnam  
Di dalam perang yang berlangsung 10 hari lebih dari 17 Februari 1979 - 5 Maret, korban pasukan RRT sebanyak 20.000 - 30.000 orang. 20 tahun kemudian yakni pada 30 Desember 1999, di dalam “Perjanjian perbatasan daratan antara RRT-Vietnam” yang disetujui oleh Jiang Zemin, Lao Shan-Yun Nan dan Fa Qia Shan-Guang Xi yang dipertahankan dengan darah ratusan serdadu RRT dikembalikan kepada Vietnam.     

Kala itu PKC demi memprovokasi semangat juang tentaranya untuk rela mati, Deng Xiaoping pernah menulis sendiri sajak: “Fa Qia Shan, gunung heroik”. Padahal kini tulang belulang para tentara yang gugur di bawah lereng Ma Li dan Fa Qia Shan dalam perang RRT-Vietnam selamanya akan terkubur di negeri orang. 


Pencegahan Runtuhnya Khmer Merah  

Mengenai sebab-musabab perang RRT-Vietnam, alasan resmi pihak PKC adalah permasalahan teritorial dan perantau Tionghoa. Waktu itu RRT dan Vietnam meski sama-sama termasuk “kubu komunis”, tetapi pada permasalahan teritorial darat, teluk Utara dan kepulauan Spratly (Xi Xa serta Nan Xa) sudah sejak lama terdapat pertikaian. 


Ini permasalahan yang tak dapat dihindari juga oleh negara yang bertetangga, mestinya bisa diselesaikan melalui perundingan dan tak perlu menggerakkan perang. Selain itu, karena kedua belah tidak segera merencanakan pengeboran miyak lepas pantai atau perencanaan sumber energi lainnya, sedangkan di daratan luasan tanah yang dipersengketakan juga tidak melebihi 100 km2, maka mengenai alasan “Menyerang balik karena beladiri” sebetulnya tak cukup kuat. 

Vietnam yang telah menandatangani perjanjian kerjasama persahabatan dengan ex-Uni Soviet, setelah RRT menjalin hubungan dengan AS merasa telah dikhianati oleh PKC maka berseteru dengan Beijing. Sebelumnya karena Vietcong “Menghapus sistem kepemilikan pribadi” maka sejumlah besar perantau Tionghoa kaya mengalami perampasan, sebelum perang meletus terdapat sekitar 160.000 perantau Tionghoa diusir dari Vietnam, dan PKC dengan embarassing menemukan tidak mampu menanggung pengungsi yang balik ke tanah leluhurnya itu. Namun meski demikian,alasan menggerakkan perang demi melindungi warga etnik Tionghoa masih saja susah diterima. Karena Kamboja yang waktu itu di bawah kekuasaan Khmer Merah saja, dimana sekitar 200.000 Hoakiao (perantau Tionghoa) telah dibantai, tapi Beijing tak berkomentar sama sekali. 

Bukan itu saja, PKC berupaya menghantam Vietnam untuk mengurai bahaya pemusnahan Khmer Merah malah dianggap sebagai salah satu faktor utama dalam menggerakkan mesin perangnya. 40 hari sebelum perang RRT-Vietnam meletus, di bawah dukungan ex-Uni Soviet, Vietnam menggulingkan rezim Khmer Merah yang melaksanakan doktrin Mao Zedong (baca: Mao Zetung). 

Profesor Zhu Feng dari institute hubungan internasional universitas Beijing beranggapan, itu adalah alasan paling langsung perang antara RRT vs. Vietnam. Ia menyatakan, strategi Beijing terhadap Vietnam waktu itu dalam taraf besar telah mewujudkan strategi Mengepung Wei Menolong Zhao (圍魏救趙 Pada 2.500 tahun yang silam, pada zaman negara saling berperang, mengepung negara Wei demi menyelamatkan negara Zhao), dengan harapan serangan terhadap Vietnam bisa mengurai aktivitas aksi Vietnam terhadap Khmer Merah yang terpaksa beralih ke perang gerilya.  

Deng Xiaoping: Vietnam Sekali-Sekali Harus Dihajar

Vietnam pada 25 Desember 1978 melancarkan penyerangan besar-besaran terhadap Kamboja, 2 minggu kemudian menguasai Phnom Penh. PKC sejak awal sudah menyatakan ketidak-senangannya. Yang Mingyi, sekretaris I kedubes Vietnam yang ditempatkan di Beijing RRT semenjak bulan September 1977 mengenang: “Desember 1978, sewaktu Deng Xiaoping mengunjungi sejumlah negara Asia Tenggara pernah mengatakan omongan yang tidak pantas sebagai seorang pimpinan negara beradab. Ia kala itu berkata, Vientam adalah seorang rogue/bangsat, kita perlu sekali-sekali menghajarnya. Saya menontonnya di TV melihat ia mengatakan omongan sangat kasar. Perkataan beracunnya membuat saya selamanya tak bisa melupakannya.”  


Waktu itu perang dingin masih berlangsung, terjadi konflik kepentingan yang meluas yang eksis di seluruh dunia antara ex-negara Uni Soviet dengan AS. Sedangkan perselisihan antar Beijing dan Moskow dan strategi export revolusi di masa lalu, sehingga di wilayah Asia Tenggara berada dalam keadaan saling berhadapan. Demi memperebutkan hak kepemimpinan di dunia komunisme dengan ex-Uni Soviet, maka selagi sekutu Vietnam sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi Afghanistan, sedangkan selagi AS telah mulai dengan memperbaiki hubungan dengan Beijing, maka terjadilah perang RRT-Vietnam. 

Tahun 1970-an, berbagai negara industri utama barat sesudah perang dunia II menikmati masa kesejahteraan telah mulai mengalami kemunduran, itulah mengapa mereka mengalihkan investasinya ke negara-negara berkembang untuk merealisir alih generasi usaha, mengandalkan tenaga kerja yang murah menurunkan modal perolehan untuk mempertahankan daya saing. 

Ini adalah latar belakang sejarah hubungan AS-RRT.  Sedangkan melihat sepak terjang Deng Xiaoping yang semenjak bulan Januari mengunjungi AS dan bulan Februari memulai perang, jelas terlihat perang RRT-Vietnam bertujuan memberi pelajaran kepada ex-Uni Soviet sekaligus cari muka ke Washington. Belum lama berselang AS dipecundangi di Vietnam. Sesudah perang RRT-Vietnam, hubungan RRT-AS memasuki masa emas selama 10 tahun, hingga bulan Juni 1989.  

Membangkitkan Lagi Emosi Nasionalisme 

Selain itu, di dalam negeri RRT, revolusi besar kebudayaan belum lama usai, jajaran pimpinan kolektif baru mulai memerintah. Oleh karena dampak revolusi kebudayaan, rakyat RRT mengalami krisis kepercayaan terhadap lapisan penguasa PKC, maka para politisi PKC beranggapan ada kebutuhan untuk menggerakkan sebuah perang untuk “Menghantam agresor” dan memprovokasi emosi patriotisme warganya. 


Sedangkan sesudah perang usai, dari sepak terjang Deng Xiaoping berhasil memperoleh kekuasaan besar dari dalam partai dengan menggusur Hua Guofeng, ketua komisi militer pusat turun panggung, bisa dilihat, di bawah situasi melemahnya daya tempur pasukan militer pasca revolusi kebudayaan, Deng dengan jelas mengetahui dan memutuskan memerangi Vietnam, adalah hendak melalui aksi perang itu menghantam pesaing di dalam partai sembari mengokohkan kekuasaan diri sendiri, dan menganggap para prajurit hanyalah sebagai umpan mesiu saja. 
Ada yang berpendapat, perang serangan balik pembelaan diri di perbatasan RRT-Vietnam dalah fokus perwujudan pertentangan antara barat dan timur di wilayah tersebut, karena perang itu sendiri selain kerugian, sama sekali tak bermanfaat. 

Namun perang tersebut telah memelopori perang perbatasan di Lao Shan 10 tahun sesudahnya, AL kedua negara RRT dan Vietnam pada awal 1980 terlibat beberapa kali bentrok di laut di seputar kepulauan Spratly (Kepulauan Xisha). 

Vietnam lantas meminjamkan lokasi strategis di Cam Ranh Bay kepada Uni Soviet sebagai pangkalan laut dan udara sehingga punggung RRT terancam, sungguh tak dinyana/unexpected  oleh RRT. Perang juga berdampak buruk bagi perantau Tionghoa Vietnam yang semakin mengalami diskriminasi dan dipaksa berimigrasi (waktu itu terkenal dengan Boat People). Vietnam hingga kini masih mempertahankan salah satu angkatan darat terbesar di dunia, sebagiannya karena khawatir terhadap PKC.  (dajiyuan/Whs)

Komentar