10 FEB 2015 10:29
Indeks Harga Konsumen (CPI) Tiongkok pada Selasa (10/02) hari ini dilaporkan tumbuh dalam laju yang terlamban dalam lima tahun terakhir pada bulan Januari kemarin. Kondisi ini mendorong Negeri Tirai Bambu menuju gerbang deflasi, sehingga bank sentral China kian memiliki alasan yang kuat untuk menerapkan kebijakan moneter longgar.
Indeks Harga Konsumen (CPI) China hanya naik hingga 0.8 persen saja, di bawah ekspektasi kenaikan sebanyak 1.0 persen tahun ke tahun. Di samping itu data inflasi produsen atau PPI, menyusut hingga 4.3 persen, jauh lebih banyak dibandingkan dengan ekspektasi penurunan sebanyak 3.8 persen tahun ke tahun, angka ini menjadi yang terdrastis sejak bulan Oktober 2009.
Harga makanan di China pada bulan Januari lalu hanya naik sekitar 1.1 persen dari setahun lalu, atau kurang dari setengah laju yang tercapai dalam kurun enam bulan terakhir. Biaya transportasi dan komunikasi pun jeblok hingga 2.2 persen. Kondisi ini dipicu oleh murahnya harga minyak.
PBOC Bisa Potong Suku Bunga Dan RRR Bulan Ini
Merosotnya harga makanan, bahan bakar, dan logam-logam membenamkan laju inflasi, sehingga peningakatan suku bunga riil dan penambahan stimulus dibutuhkan dalam kondisi ekonomi China saat ini. Saham-saham mulai bangkit dengan ekspektasi bahwa Bank Sentral China (PBoC) akan kembali menindaklanjuti pemotongan suku bunga yang telah dilakukan pada November 2014 lalu begitu pula dengan pengurangan reserve requirements (RRR) yang dilakukan bulan ini.
"Tingkat suku bunga dalam term riil, yang berada di bawah pengawasan PBoC, telah lebih meningkat," ungkap Ding Shuang, ekonom Citigroup HongKong, dalam catatannya kepada Bloomberg. "Untuk menghindari kondisi kredit yang mengetat, PBoC sepertinya akan memotong suku bunga acuan sebanyak 25 poin pada bulan awal bulan ini."
Inflasi Tiongkok
Komentar
Posting Komentar
Mohon untuk tidak memasang Iklan
ADMIN