Langsung ke konten utama

Cheng Beng, Hari Penghormatan Leluhur

Budaya-Tionghoa.Net | Saya menulis ulang dan menambahi tulisan sdr.Giri mengenai Qingming karena baru saja saya membaca di satu milist yang mengatakan bahwa Qingming adalah salah satu hari raya hantu. Entah dapat darimana informasi seperti itu, karena berdasarkan yang saya tahu, Qingming merupakan salah satu hari dimana orang sembahyang kepada leluhur dan membersihkan kuburan. Apakah leluhurnya adalah hantu ?
ARTIKEL TERKAIT : 
{module [201]}
 Setiap tanggal 4 atau 5 April, menurut tradisi Tionghoa, adalah hari Cheng Beng (Mandarin: Qingming). Di mana menurut tradisi Tionghoa, orang akan beramai-ramai pergi ke tempat pemakaman orang tua atau para leluhurnya untuk melakukan upacara penghormatan. Biasanya upacara penghormatan ini dilakukan dengan berbagai jenis, misalnya saja membersihkan kuburan, menebarkan kertas sampai dengan membakar kertas yang sering dikenal dengan Gincua (mandarin: Yinzhi=kertas perak).

Cheng beng adalah salah satu dari 24 Jieqi yang ditentukan berdasarkan posisi bumi terhadap matahari. Pada Kalender Gregorian AWAL (bukan akhir!) Cheng beng jatuh pada tanggal 5 April atau 4 April. Bila kita artikan kata Cheng beng, maka Cheng berarti cerah dan Beng artinya terang sehingga bila digabungkan maka Chengbeng
berarti terang dan cerah. Hari Qingming berkaitan dengan 2 hal yaitu Hanshi jie dan jieqi.

Saat Chengbeng ideal untuk berziarah dan membersihkan makam karena cuaca yang bagus (cuaca cerah, langit terang). Apalagi pada jaman dahulu lokasi pemakaman cukup jauh dari tempat pemukiman. Bahkan bila ada orang yang tinggal jauh dari kampung halamannya, mereka akan berusaha untuk pulang ke kampung halamannya, khusus untuk melakukan upacara penghormatan para luluhur.

Sejarah Cheng Beng

Sejarah Cheng beng dimulai sejak dulu kala dan sulit dilacak kapan dimulainya. Pada dinasti Zhou, awalnya tradisi ini merupakan suatu upacara yang berhubungan dengan musim dan pertanian serta pertanda berakhirnya hawa dingin (bukan cuaca) dan dimulainya hawa panas. Ada sebuah syair yang menggambarkan bagaimana cheng beng itu yaitu: "Sehari sebelum cheng beng tidak ada api" atau yang sering disebut Hanshijie (han: dingin, shi: makanan, jie:perayaan/festival).

Hanshijie adalah hari untuk memperingati Jie Zitui yang tewas terbakar di gunung Mianshan. Jin Wengong (raja muda negara Jin pada periode Chunqiu akhir dinasti Zhou) memerintahkan rakyat untuk tidak menyalakan api pada hari tewasnya Jie Zitui. Semua makanan dimakan dalam kondisi dingin, sehingga disebut perayaan makanan dingin. Jin Wengong untuk mengenangnya sebagai sahabat, ia mengenakan sepatu kayu atau yang kita kenal dengan sebutan bakiak. Sepatu kayu ini berkaitan dengan bunyi ketika dipakai, yaitu bunyi peng yang artinya adalah sahabat.

Pada masa dinasti Zhou, kebiasaan tidak menyalakan api pada hari Hanshi sudah ada. Kisah Jie Zitui dikaitkan dengan perayaan Hanshi dimulai pada masa dinasti Han.

Chengbeng lebih tepat jika dikatakan terjadi pada tengah musim semi. Pertengahan musim semi (Chunfen) sendiri
jatuh pada tanggal 21 Maret, sedangkan awal musim panas (Lixia) jatuh pada tanggal 6 Mei. Sejak jaman dahulu hari cheng beng ini adalah hari untuk menghormati leluhur. Pada dinasti Tang, hari cheng beng ditetapkan sebagai hari wajib untuk para pejabat untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal, dengan mengimplementasikan-nya berupa membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang dan lain-lain. Pada masa pemerintahan Tang Xuanzhong, hari raya Qingming menjadi libur nasional. Pada hari itu, para pejabat, karyawan mendapat cuti untuk berjalan- jalan, kembali ke kampung halaman untuk membersihkan kuburan.

Di dinasti Tang ini, implementasi hari cheng beng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, menggantung lembaran kertas pada pohon Liu, sembayang dan membersihkan kuburan. Yang hilang adalah menggantung lembaran kertas, yang sebagai gantinya lembaran kertas itu ditaruh di atas kuburan. Kebiasaan lainnya adalah bermain layang-layang,makan telur, melukis telur dan mengukir kulit telur.

Hari raya Qingming juga merupakan hari dimana para petani siap bercocok tanam, dan konon daun teh dipetik pada hari sebelum Qingming adalah daun teh yang terbaik.

Permainan layang-layang dilakukan pada saat Chengbeng karena selain cuaca yang cerah dan langit yang terang, kondisi angin sangat ideal untuk bermain layang-layang. Pada jaman dahulu, layang-layang itu memiliki fungsi lain yaitu dituliskan uneg-uneg atau hal-hal yang menyedihkan dan diterbangkan ke langit. Kegiatan seperti ini sebenarnya dilaksanakan pada festivali Shangsi tapi dengan cara yang berbeda yaitu dengan mandi. Festival ini sekarang sudah jarang dilakukan secara umum dan meluas.

Sedangkan pohon Liu dihubungkan dengan Jie Zitui, karena Jie Zitui tewas terbakar di bawah pohon liu. Pada dinasti Song (960-1279) dimulai kebiasaan menggantungkan gambar burung walet yang terbuat tepung dan buah pohon liu di depan pintu. Gambar ini disebut burung walet Zitui.

Kebiasaan orang-orang Tionghoa yang menaruh untaian kertas panjang di kuburan dan menaruh kertas di atas batu nisan itu dimulai sejak dinasti Ming. Menurut cerita rakyat yang beredar, kebiasaan seperti itu atas suruhan Zhu Yuanzhang, kaisar pendiri dinasti Ming, untuk mencari kuburan ayahnya. Dikarenakan tidak tahu letaknya, ia menyuruh seluruh rakyat untuk menaruh kertas di batu nisan leluhurnya. Rakyatpun mematuhi perintah tersebut, lalu ia mencari kuburan ayahnya yang batu nisannya tidak ada kertas dan ia menemukannya.

Kenapa pada hari cheng beng itu harus membersihkan kuburan?

Itu berkaitan dengan tumbuhnya semak belukar yang dikawatirkan akar-akarnya akan merusak tanah kuburan tersebut. Juga binatang-binatang akan bersarang di semak tersebut sehingga dapat merusak kuburan itu juga. Dikarenakan saat itu cuaca mulai menghangat, maka hari itu dianggap hari yang cocok untuk membersihkan kuburan. Dan keluarga bisa berkumpul bersama-sama pada hari Qingming dan bermain setelah membersihkan kuburan. Pada masa dinasti Song, permainan tarik tambang, lomba perahu merebut bola kain, sepak bola, pertunjukan boneka di atas air dan banyak hiburan lainnya dilakukan. Para gadis juga bisa bebas bermain keluar pada hari sebelum dan sesudah perayaan perayaan Qingming.

Selain cerita di atas, ada pula tradisi dimana jika orang yang merantau itu ketika pulang pada saat cheng beng, orang itu akan mengambil tanah tempat lahirnya dan menaruh di kantong merah. Ketika orang tersebut tiba lagi di tanah tempat ia merantau, ia akan menorehkan tanah tersebut ke alas kakinya sebagai perlambang bahwa ia tetap menginjak tanah leluhurnya.

Bagi mereka yang merantau, hari Qingming ini adalah hari untuk kembali ke kampung halamannya dan kebiasaan ini ditetapkan sebagai hari libur kenegaraan pada masa dinasti Tang untuk mereka yang merantau bisa ada waktu untuk kembali ke kampung halamannya. Sebenarnya perayaan orang Tionghoa banyak yang berkaitan dengan jieqi atau penanggalan yang dikaitkan dengan sistem kalender matahari. Sebagai contoh adalah Dongzhi, Qingming, Duan Wu adalah festival yang berkaitan dengan jie qi.

Banyak tradisi Tionghoa sebenarnya memiliki keterkaitan dengan kitab Liji, misalnya sembahyang rebutan, tata cara pernikahan dan sebagainya. Dan kitab Liji bukan dikarang oleh Kongzi.

Seperti yang saya tuliskan berkali-kali, bahwa budaya Tionghoa memiliki 3 ciri khas, yaitu :
1.budaya penghormatan leluhur
2.budaya makanan
3.budaya keluarga

Dari perayaan Qingming dan perayaan lain tidak luput dari 3 hal tersebut. Jika ingin jelas melihat bagaimana perayaan Qingming, lihat saja lukisan Qingming shanghe tu ( cat: saya lupa pelukisnya dan jamannya, kalau tidak salah pada masa dinasti Song ) dan syair Li Qingzhao pada masa dinasti Song.


Xuan Tong , 31722

Komentar