Setelah lewat cap go me, masyarakat Tionghoa sudah mulai kembali pada kesibukan rutin, namun masyarakat Tionghoa tradisionil masih menyusul merayakan festival Tian Chuan Ri, satu acara yang sudah hampir punah, bahkan generasi muda sekarang sama sekali tidak mengenal hari raya ini lagi.
Konon pada zaman purba, di Tiongkok ada dua tokoh merebut kedudukan kerajaan, seorang bernama Gong Gong, dan satu lagi bernama Zhuan Xiang. Begitu serunya pertempuran mereka, sehingga membuat salah satu penyangga langit roboh, dan langit menjadi bolong. Maka air tumpah turun ke bumi. Itu terjadi 5 hari setelah cap go me, yaitu tanggal 20 bulan satu Imlek (di tahun 2015 adalah pada 10 Maret). Uniknya pada hari tersebut biasanya hujan lebat(karena langit bolong).
Dewi Ni Wa yang merasa iba melihat kondisi langit yang bolong, beliau mengambil beberapa macam bebatuan berwarna warni. Setelah dimasak kemudian dipakai sebagai bahan menambal langit yang bolong tersebut. Konon warna pelangi yang kita lihat itu adalah pantulan sinar dari bahan batu warna warni saat Dewi Ni Wa menambal langit bolong tersebut.
Bagi masyarakat Tionghoa yang masih memperingati hari Tian Chuan Ri ini, mereka biasanya sembahyang dahulu pada Tuhan yang maha Esa, kemudian mengambil kue keranjang (dodol ketan yang biasa dipakai sembahyang saat tahun baru Imlek), diikat pakai benang merah, kemudian dilempar ke atas genteng, dan uniknya kegiatan ini harus dilakukan oleh anggota perempuan. Mungkin ini simbol Dewi Ni wa sebagai seorang tokoh wanita dan menjadi satu-satunya upacara sembahyang yang hanya dilakukan oleh wanita.
Komentar
Posting Komentar
Mohon untuk tidak memasang Iklan
ADMIN