estival Qing Ming ini adalah salah satu festival yang dirayakan hampir sama dengan perhitungan penanggalan Masehi. Karena penanggalan Imlek sangat unik, dia mencakup perhitungan berdasarkan lunar dan solar. Untuk Qing Ming dihitung berdasarkan lunar, maka jatuhnya sama dengan penanggalan Masehi.
Tahun ini Festifal Qing Ming jatuh pada tanggal 5 Apri 2015. Kota Batam yang mayoritas penduduk Tionghoa berasal dari pulau sekitar Batam, maka beberapa hari ini kita dapat menyaksikan banyak sekali masyarakat Tionghoa yang berasal dari pulau lain, pulang ke kampung halaman untuk merayakan festifal Qing Ming/Ceng Beng. Mereka pergi ke kuburan orangtua atau leluhurnya untuk sembahyang, bersih-bersih kuburan dan sekalian reuni keluarga, karena pada saat itu pada umumnya pulang kampung untuk sembahyang dan sekalian kumpul dengan sanak saudara yang ada di kampung.
Zaman dulu, perayaan Qing Ming juga dibarengi dengan merayakan festival Han Shi Jie. Pada hari tersebut tidak boleh masak, semua makanan merupakan persediaan kemarin yang memang sengaja disiapkan. Namun tradisi ini bagi masyarakat Tionghoa zaman milenium ini sudah tidak dirayakan lagi.
Festival Han Shi Jie sendiri menyimpan cerita yang menarik sekali. Salah satunya di artikel Cheng Beng di web LPKK ini.
Orang Tionghoa yang masih mempertahankan tradisi kuno, mereka pasti membawa kertas sembahyang yang di sebut Gua Zhi dan kemudian ditindih batu dan taruh di atas kuburan, seakan memberitahukan pada yang lain, bahwa kuburan ini sudah ada yang menyembahyangi.
Konon pada zaman dahulu, (ada buku mencatat itu kira-kira terjadi pada tahun 618 Masehi), ada seorang raja saat Qing Ming pulang kampung ingin sembahyang orangtuanya. Karena saat itu sering terjadi peperangan, makam orangtuanya tidak terawat sehingga penuh belukar. Mereka beramai-ramai mencari namun tidak ketemu juga. Raja tidak kehilangan akal, dia mengambil selembar kertas, disobek-sobek kemudian disebarkan ke udara. Raja sambil berdoa minta petunjuk arwah orangtuanya, maka ada beberapa lembar kertas jatuh ke suatu kuburan. Walau angin kencang, kertas itu tidak terbawa angin. Setelah diteliti, ternyata itulah kuburan orangtuanya. Sejak itu, orang-orang juga meniru menaruh kertas diatas kuburan setelah sembahyang. Kertas sembahyang kubur sekarang dibuat sangat bagus, namun maknanya sama.
Saat Qing Ming sembahyang ke kuburan leluhur juga merupakan tradisi orang Tionghoa yang mencerminkan rasa berbakti pada orang tua, walaupun orang tua sudah tidak ada, namun semua jasanya tidak boleh dilupakan, saat sembahyang dilakukan seakan yang di sembahyangi ada di depan kita, maka bagi yang memahami makna ini, sembahyangnya sangat khusyuk. Selesai sembahyang, semua sesajian harus dirapikan, tidak ditinggal berantakan begitu saja, itu mencerminkan tidak hormat pada leluhur.
Komentar
Posting Komentar
Mohon untuk tidak memasang Iklan
ADMIN